Konsep Paradigma Thomas Khun
A.
Pendahuluan
Filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat
yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek
apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya ilmu?
Untuk apa ilmu itu dipergunakan?.[1] Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang
terkait dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
filsafat
ilmu dalam memahami beberapa
kerangka teori keilmuwan dan juga paradigma keilmuwan Pada
perkembangan, terdapat beberapa filsuf yang terkenal karena hasil
pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan suatu ilmu, Salah satu
tokoh filsafat yang terkenal yakni Thomas Kuhn.
Menurut
Kuhn, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat
mencapai kesempurnaan absolut dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi
teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara Open-Endend
atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Tidak dapat juga
dipungkiri ilmu yang terspesialisasi itu semakin menambah sekat-sekat antara
satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, sehingga muncul arogansi
ilmu yang satu terhadap ilmu lain. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan
visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai
kepentingan.[2]
B.
Biografi Thomas S. Khun dan Karyanya
Thomas S. Khun lahir pada 18 juli 1922 di Cicinnati,
Ohio Amerika Serikat. Pada tahun 1949 ia memperoleh gelar Ph.D dalam bidang
ilmu fisika di Harvard University. Di tempat yang sama ia kemudian berkerja
sebagai asisten dalam bidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Pada tahun 1956,
khun menerima tawaran kerja di Universitas California, Berkeley sebagai dosen
dalam sejarah sains. Tahun 1964, ia mendapat anugrah gelar Guru Besar
(professor) dari Princeton University dalam bidang filsafat dan sejarah sains.
Selanjutnya pada tahun 1983 ia dianugerahi gelar professor untuk kesekian kalinya,
kali ini dari Massachustts Insitute of University. Thomas Khun menderita
penyakit kanker selama beberapa tahun di akhir masa hidupnya, yang akhirnya
meninggal dunia pada hari senin 17 juni 1996 dalam usia 73 tahnun.[3]
Karya Khun
cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat sambutan dari para filsuf
ilmu dan ilmuwan pada umumnya adalah The
Structure of Scientific Revolution, sebuah buku yang terbit pada tahun 1962
oleh University of Chicago Press. Buku itu sempat terjual lebih dari satu juta
copy dalam 16 bahasa dan direkomendasikan menjadi bacaan dalam kursus-kursus
atau peengajaran yang berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset,
sejarah, dan filsafat sains.[4]
C.
Latar Belakang Pemikiran Khun Tentang Ilmu dan
Perkembangannya
Latar belakang pemikiran Kuhn tentang ilmu dan perkembangannya,
merupakan respon terhadap adanya pandangan Positivisme dan Popper. Proses
verifikasi dan konfirmasi-eksperimentasi dari “bahasa ilmiah”, dalam pandangan
Vienna Circle, merupakan langkah dan proses perkembangan ilmu, sekaligus
sebagai garis pembeda antara apa yang disebut ilmu dengan yang bukan ilmu.
Sementara pada Popper, proses perkembangan ilmu-yang menurutnya harus
berkemungkinan mengandung salah-itu , adalah dengan proses yang disebut
falsifikasi (proses eksperimentasi untuk membuktikan salah satu dari teori
ilmu) dan refutasi (penyangkalan teori).[5]
Dalam
hal ini, Kuhn menolak
pandangan di atas
(pemikiran tentang proses verifikasi dan konfirmasi-eksperimentasi, teori Falsifikasi dan refutsi
milik Popper).
Thomas Samuel Kuhn
mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudian mendalami
sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revolutions,
ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bahwa titik
pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu.
Kuhn memandang ilmu
dari perspektif sejarah, dalam arti sejarah ilmu,
suatu hal yang sebenarnya juga dilakukan Popper. Bedanya, Khun lebih
mengekspolorasi tema-tema yang lebih besar, misalnya apa hakikat ilmu, baik
dalam praktek yang nyata maupun dalam analisis konkrit dan empiris. Jika
Popper menggunakan sejarah ilmu sebagai bukti untuk mempertahankan pendapatnya,
Khun justru menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikanya.
Baginya, fisafat ilmu harus berguru kepada sejarah ilmu, sehingga dapat
memahami hakikat ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya.[6]
Kuhn memakai istilah paradigma untuk mengambarkan sistem keyakinan yang
mendasari upaya pemecahan teka-teki di dalam ilmu. Fokus pemikiran Kuhn
menyatakan bahwa perkembangan sains berlaku pada apa yang disebut paradigm
ilmu.
Secara umum paradigma dapat diartikan sebagai perangkat
kepercyaan atau keyakinan dasar yang menuntut seseorang dalam bertindak dalam
kehidupoan sehari-hari. Pengertian ini sejalan dengan Guba yang dikonsepsikan
oleh Thomas Khun sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu
tindakan-tindakan ilmiah.[7]
D.
Teori Paradigma Thomas S. Khun
Sebutan
paradigma pada masa sebelumnya belum terlalu nampak mencolok namun setelah
Thomas Khun memperkenalkannya melalui bukunya yang berjudul “The Structure of
Scientific Revolution”, University of Chicago Press, Chicago 1962,[8] menjadi begitu terkenal yang membicarakan tentang
Filsafat Sains.
Dalam karyanya yang
berjudul The Structure of Scienteific Revolutions yang terbit pada tahun 1962
yang kemudian pada tahun 1970 dilengkapi dengan Postscirpt yang memuat
modifikasi pandangannya serta tanggapan terhadap kritik, Kuhn mendekati
pengertian ilmu secara internal yang kemudian berbeda dengan pemikiran Popper.[9] Di dalam bukunya itu ia
menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah berwatak pemberani yang menemukan
kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip para memecah teka-teki yang
bekerja di dalam pandangan dunia yang sudah mapan. Khun memakai istilah “paradigma” untuk
menggambarkan system keyakinan yang mendasari upaya pemecahan teka-teki dalam
ilmu. dengan memakai istilah “paradigma”, ia bermaksud mengajukan sejumlah
contoh yang telah diterima tentang praktek ilmiyah nyata, termasuk didalamnya
hokum, teori, aplikasi, dan instrumentasi, yang menyediakan meodel-model, yang
menjadi sumber konsistensi dan tradisi riset ilmiah tertentu.[10]
Paradigma menetapkan kriteria untuk memilih masalah
yang dapat diasumsikan mempunyai solusi. Dengan demikian, maka paradigma
menjadi sumber keterpaduan bagi tradisi penelitian yang normal. Namun, menurut
Kuhn, tanpa adanya aturan ini, paradigma saja sudah cukup untuk membimbing
penelitian. Jadi, ilmu normal sebenarnya tidak terlalu memerlukan aturan atau
metode yang standar (yang disepakati oleh komunitas ilmiah). Tanpa aturan dan
metode yang baku, ilmu normal dapat berjalan. Ini berarti bahwa tiap ilmuwan
dapat menciptakan aturan dan metode penelitian dan pengkajian sendiri sesuai
dengan keperluan, sepanjang aturan dan metode ini diderivasi dari paradigma
yang berlaku. Tetapi, jika paradigmanya belum mapan, maka perangkat aturan akan
diperlukan atau menjadi penting.[11]
Dalam buku tersebut,
Kuhn mengemukakan pandangan tentang ilmu yang berputar pada lima tahapan yang
kemudian dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu:[12]
Tahap Pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas olmiah dalam masa ilmu
normal (normal science). Di sini para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan
mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan
mendalam. Dalam tahapan ini, para ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap
paradigma yang membimbingnya. Selama menjalanka aktivitas ilmiah, para ilmuwan
menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang
dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya. Inilah yang
dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya
ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.
Tahap Kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan
terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuwan
mulai keluar dari jalur ilmu norma.
Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali pada cara-cara ilmiah yang sama dengan
memperluas dan mengembangkan suatu paradigma
tangingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing
aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma
baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.
E. Penutup
Dalam perkembangan zamannya suatu paradigma akan
mengalami suatu perubahan yang sangat mempengaruhi dalam sebuah
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan. Thomas Kuhn menjelaskan
bahwa Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode,prinsip
dasar atau memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah
pada suatu tertentu. Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains
normal, dimana para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkannya
secara terperinci dan mendalam, karena disibukkan dengan hal-hal yang mendasar.
Pada Sains normal “memberi arti secara tegas penelitian yang berdasarkan
satu atau lebih melewati prestasi ilmiah, prestasi bahwa komunitas ilmiah
tertentu mengakui untuk sementara waktu sebagai menyediakan dasar untuk
berlatih lebih lanjut”. Dalam tahapan ini, seorang ilmuan tidak bersikap kritis
terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya, dan selama menjalankan
riset ini, ilmuan bisa menjumpai berbagai fenomena yang tidak bisa diterangkan
dengan teorinya. Inilah yang disebut dengan anomali.
Sebuah paradigma membimbing seluruh kelompok riset,
dan inilah kriteria yang paling jelas menyatakan bidang ilmu. Berbagai
transformasi paradigma adalah bagian dari revolusi sains, sedangkan transisi
yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lain melalui revolusi
adalah pengembangan yang biasa dan sains yang telah matang.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Cet. I (Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada, 2004)
Muslih,
Mohammad, Filsafat Ilmu, Kajian atas
Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta,
Belukar,2010), cet keenam
Salim, Agus, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial,(Yogyakarta, PT.
Tiara Wacana Yoga, 2001)
Sardar,
Ziauddin, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, (Yogyakarta, Jendela,
2002)
Shidarta, Bernard
Arief, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang
Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan
Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2000)
____________________, Apakah
Filsafat Dan Filsafat Ilmu Itu, Cet. I (Bandung, Pustaka Sutra, 2008)
Surajiyo, Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar, Cet-4, (Jakarta, Bumi Aksara, 2009)
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat
Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010), cet.
Xxi.
[1] Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta Pustaka
Sinar Harapan, 2010), cet. Xxi, p. 33.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat
Ilmu, Cet. I, (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2004), p. 3
[3] Mohammad
Muslih, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi
Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta,
Belukar,2010), cet keenam, p. 125
[7] Agus
Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial,(Yogyakarta, PT. Tiara
Wacana Yoga, 2001), p. 33
[9] Bernard Arief
Shidarta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang
Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan
Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2000), p. 89
[11] B Arif Sidharta, Apakah
Filsafat Dan Filsafat Ilmu Itu, Cet. I (Bandung, Pustaka Sutra, 2008), p.
94-95
[12] Surajiyo, Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar, Cet-4, (Jakarta, Bumi Aksara, 2009), p. 70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar