Minggu, 08 Januari 2017

Teori Paradigma Thomas Khun









 Konsep Paradigma Thomas Khun
A.      Pendahuluan
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya ilmu? Untuk apa ilmu itu dipergunakan?.[1] Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang terkait dengan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
filsafat ilmu  dalam  memahami beberapa kerangka teori keilmuwan dan juga paradigma keilmuwan Pada perkembangan,  terdapat beberapa filsuf yang terkenal karena hasil pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan suatu ilmu, Salah satu tokoh filsafat  yang terkenal yakni Thomas Kuhn.
Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolut dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara Open-Endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Tidak dapat juga dipungkiri ilmu yang terspesialisasi itu semakin menambah sekat-sekat antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, sehingga muncul arogansi ilmu yang satu terhadap ilmu lain. Tugas filsafat diantaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan.[2]

B.       Biografi Thomas S. Khun dan Karyanya
Thomas S. Khun lahir pada 18 juli 1922 di Cicinnati, Ohio Amerika Serikat. Pada tahun 1949 ia memperoleh gelar Ph.D dalam bidang ilmu fisika di Harvard University. Di tempat yang sama ia kemudian berkerja sebagai asisten dalam bidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Pada tahun 1956, khun menerima tawaran kerja di Universitas California, Berkeley sebagai dosen dalam sejarah sains. Tahun 1964, ia mendapat anugrah gelar Guru Besar (professor) dari Princeton University dalam bidang filsafat dan sejarah sains. Selanjutnya pada tahun 1983 ia dianugerahi gelar professor untuk kesekian kalinya, kali ini dari Massachustts Insitute of University. Thomas Khun menderita penyakit kanker selama beberapa tahun di akhir masa hidupnya, yang akhirnya meninggal dunia pada hari senin 17 juni 1996 dalam usia 73 tahnun.[3]
 Karya Khun cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat sambutan dari para filsuf ilmu dan ilmuwan pada umumnya adalah The Structure of Scientific Revolution, sebuah buku yang terbit pada tahun 1962 oleh University of Chicago Press. Buku itu sempat terjual lebih dari satu juta copy dalam 16 bahasa dan direkomendasikan menjadi bacaan dalam kursus-kursus atau peengajaran yang berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset, sejarah, dan filsafat sains.[4]

C.      Latar Belakang Pemikiran Khun Tentang Ilmu dan Perkembangannya
Latar belakang pemikiran  Kuhn tentang ilmu dan perkembangannya, merupakan respon terhadap adanya  pandangan Positivisme dan Popper.  Proses verifikasi dan konfirmasi-eksperimentasi dari “bahasa ilmiah”, dalam pandangan Vienna Circle, merupakan langkah dan proses perkembangan ilmu, sekaligus sebagai garis pembeda antara apa yang disebut ilmu dengan yang bukan ilmu. Sementara pada Popper, proses perkembangan ilmu-yang menurutnya harus berkemungkinan mengandung salah-itu , adalah dengan proses yang disebut falsifikasi (proses eksperimentasi untuk membuktikan salah satu dari teori ilmu) dan refutasi (penyangkalan teori).[5]
Dalam hal ini, Kuhn menolak pandangan  di atas (pemikiran tentang proses verifikasi dan konfirmasi-eksperimentasi, teori Falsifikasi dan refutsi milik Popper).
 Thomas Samuel Kuhn mula-mula meniti karirnya sebagai ahli fisika, tetapi kemudian mendalami sejarah ilmu. Lewat tulisannya, The Structure of Scientific Revolutions, ia menjadi seorang penganjur yang gigih yang berusaha meyakinkan bahwa titik pangkal segala penyelidikan adalah berguru pada sejarah ilmu.  
Kuhn memandang ilmu dari  perspektif sejarah, dalam  arti sejarah  ilmu, suatu hal yang sebenarnya juga dilakukan Popper. Bedanya, Khun lebih mengekspolorasi tema-tema yang lebih besar, misalnya apa hakikat ilmu, baik dalam praktek yang nyata maupun dalam analisis konkrit dan empiris.   Jika Popper menggunakan sejarah ilmu sebagai bukti untuk mempertahankan pendapatnya, Khun justru menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikanya. Baginya, fisafat ilmu harus berguru kepada sejarah ilmu, sehingga dapat memahami hakikat ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya.[6]
Kuhn memakai istilah paradigma untuk mengambarkan sistem keyakinan yang mendasari upaya pemecahan teka-teki di dalam ilmu. Fokus pemikiran Kuhn menyatakan bahwa perkembangan sains berlaku pada apa yang disebut paradigm ilmu.
Secara umum  paradigma dapat diartikan sebagai perangkat kepercyaan atau keyakinan dasar yang menuntut seseorang dalam bertindak dalam kehidupoan sehari-hari. Pengertian ini sejalan dengan Guba yang dikonsepsikan oleh Thomas Khun sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan ilmiah.[7] 

D.      Teori Paradigma Thomas S. Khun
Sebutan paradigma pada masa sebelumnya belum terlalu nampak mencolok namun setelah Thomas Khun memperkenalkannya melalui bukunya yang berjudul “The Structure of Scientific Revolution”, University of Chicago Press, Chicago 1962,[8] menjadi begitu terkenal yang membicarakan tentang Filsafat Sains.
Dalam karyanya yang berjudul The Structure of Scienteific Revolutions yang terbit pada tahun 1962 yang kemudian pada tahun 1970 dilengkapi dengan Postscirpt yang memuat modifikasi pandangannya serta tanggapan terhadap kritik, Kuhn mendekati pengertian ilmu secara internal yang kemudian berbeda dengan pemikiran Popper.[9] Di dalam bukunya itu ia menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip para memecah teka-teki yang bekerja di dalam pandangan dunia yang sudah mapan. Khun memakai istilah “paradigma” untuk menggambarkan system keyakinan yang mendasari upaya pemecahan teka-teki dalam ilmu. dengan memakai istilah “paradigma”, ia bermaksud mengajukan sejumlah contoh yang telah diterima tentang praktek ilmiyah nyata, termasuk didalamnya hokum, teori, aplikasi, dan instrumentasi, yang menyediakan meodel-model, yang menjadi sumber konsistensi dan tradisi riset ilmiah tertentu.[10]
Paradigma menetapkan kriteria untuk memilih masalah yang dapat diasumsikan mempunyai solusi. Dengan demikian, maka paradigma menjadi sumber keterpaduan bagi tradisi penelitian yang normal. Namun, menurut Kuhn, tanpa adanya aturan ini, paradigma saja sudah cukup untuk membimbing penelitian. Jadi, ilmu normal sebenarnya tidak terlalu memerlukan aturan atau metode yang standar (yang disepakati oleh komunitas ilmiah). Tanpa aturan dan metode yang baku, ilmu normal dapat berjalan. Ini berarti bahwa tiap ilmuwan dapat menciptakan aturan dan metode penelitian dan pengkajian sendiri sesuai dengan keperluan, sepanjang aturan dan metode ini diderivasi dari paradigma yang berlaku. Tetapi, jika paradigmanya belum mapan, maka perangkat aturan akan diperlukan atau menjadi penting.[11]
 Dalam buku tersebut, Kuhn mengemukakan pandangan tentang ilmu yang berputar pada lima tahapan yang kemudian dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu:[12]
Tahap Pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas olmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Di sini para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahapan ini, para ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbingnya. Selama menjalanka aktivitas ilmiah, para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya. Inilah yang dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.
Tahap Kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuwan mulai keluar dari jalur ilmu norma.
Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma  tangingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.

E.       Penutup
Dalam perkembangan zamannya suatu paradigma akan mengalami suatu perubahan yang sangat mempengaruhi dalam sebuah penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan. Thomas Kuhn menjelaskan bahwa Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode,prinsip dasar atau memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu tertentu. Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal, dimana para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkannya secara terperinci dan mendalam, karena disibukkan dengan hal-hal yang mendasar. Pada Sains normal “memberi arti secara tegas penelitian yang berdasarkan satu atau lebih melewati prestasi ilmiah, prestasi bahwa komunitas ilmiah tertentu mengakui untuk sementara waktu sebagai menyediakan dasar untuk berlatih lebih lanjut”. Dalam tahapan ini, seorang ilmuan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini, ilmuan bisa menjumpai berbagai fenomena yang tidak bisa diterangkan dengan teorinya. Inilah yang disebut dengan anomali.
Sebuah paradigma membimbing seluruh kelompok riset, dan inilah kriteria yang paling jelas menyatakan bidang ilmu. Berbagai transformasi paradigma adalah bagian dari revolusi sains, sedangkan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lain melalui revolusi adalah pengembangan yang biasa dan sains yang telah matang.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Cet. I (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004)
Muslih, Mohammad, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta, Belukar,2010), cet keenam
Salim, Agus, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial,(Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yoga, 2001)
Sardar, Ziauddin, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, (Yogyakarta, Jendela, 2002)
Shidarta, Bernard Arief, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, (Bandung,  Mandar Maju, 2000)
____________________, Apakah Filsafat Dan Filsafat Ilmu Itu, Cet. I (Bandung, Pustaka Sutra, 2008)
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar, Cet-4, (Jakarta,  Bumi Aksara, 2009)
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010), cet. Xxi.




[1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta Pustaka Sinar Harapan, 2010), cet. Xxi, p. 33.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Cet. I,  (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004), p. 3
[3] Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta, Belukar,2010), cet keenam, p. 125
[4] Ibid,p. 126
[5] Ibid,p. 126
[6] Ibid,p. 127
[7] Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial,(Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yoga, 2001), p. 33
[8] Ziauddin Sardar, Thomas Kuhn Dan Perang Ilmu, (Yogyakarta, Jendela, 2002), p. 30-31.    
[9] Bernard Arief Shidarta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, (Bandung,  Mandar Maju, 2000), p. 89
[10] Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu......, p. 127
[11] B Arif Sidharta, Apakah Filsafat Dan Filsafat Ilmu Itu, Cet. I (Bandung, Pustaka Sutra, 2008), p. 94-95
[12] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar, Cet-4, (Jakarta,  Bumi Aksara, 2009), p. 70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar